Muflis (Bangkrut): Konsep, Penyebab, dan Solusi dalam Islam

Daftar Isi

Muflis (Taflis) secara etimologis adalah bangkrut (pailit). Adapun menurut istilah muflis adalah orang yang divonis hakim sebagai orang yang bangkrut dan dilarang untuk menggunakan hartanya. 

Menurut  ensiklopedia  Indonesia, Kepailitan  ditetapkan sebagai debitur pailit (orang perseorangan, badan hukum, perusahaan) terbukti berdasarkan putusan  Pengadilan bahwa debitur telah  berhenti membayar utang (tidak mampu membayar utang) yang mengakibatkan penyitaan harta, sehingga debitur tidak dapat lagi mengurus hartanya.

Di Indonesia, aturan mengenai kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Menurut Amran Suadi, pailit dan muflis pada dasarnya sama. Keduanya memiliki kriteria dan  unsur  yang  sama, yang  berbeda  hanyalah  istilah  penyebutannya  saja.  

Sehingga aturan  mengenai  muflis  adalah  sama  dengan  aturan  kepailitan  kecuali  ada peraturan perundang-undangan lain yang mengecualikannya. Menyatakan  seseorang  atau  badan  usaha  itu  pailit  atau  tidak,  harus  berdasarkan atas putusan  pengadilan.  

Secara garis besar tahapan yang harus dilalui untuk menyatakan seseorang atau badan usaha itu pailit adalah sebagai berikut :

  1. Adanya  pemohon,  yaitu  yang  dapat  terdiri  dari  dua  kreditur  atau  lebih yang  debiturnya  tidak membayar utang,  Pemohon  mengajukan  perkaranya ke pengadilan niaga. 
  2. Sidang pemeriksaan diselenggarakan   paling   lambat   20   hari   setelah permohonan didaftarkan  dan  atas  alasan  yang  dapat  dibenarkan  pengadilan  dapat menunda pemeriksaan paling lama 25 hari sejak permohonan didaftarkan. Perusahaan dapat  dikatakan  pailit  jika telah  memenuhi  syarat berdasarkan  pasal 2 undang-undang kepailitan,  terdapat debitur yang mempunyai  dua  atau  lebih  kreditur  dan  tidak dapat melunasi paling sedikit satu utang yang harus ditagih.
  3. Putusan  pengadilan  harus  diucapkan  paling  lambat  60  hari  setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan disampaikan pada debitur paling lambat 3 hari setelah  putusan diucapkan.

Kepailitan  mengakibatkan  seluruh  kekayaan  debitur  serta  segala  sesuatu  yang diperoleh  selama  dalam  kepailitan  berada  dalam  sitaan  umum  sejak  saat  putusan pernyataan pailit diucapkan. Semua perikatan debitur yang terbit sesudah itu tidak dapat dibayarkan  lagi  dari  harta  pailit  kecuali  hal  tersebut  dapat  memberikan  keuntungan harta pailit, begitu juga terhadap segala jenis perjanjian kecuali akibat perjanjian tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.

Dasar Hukum Muflis

Dasar hukum muflis adalah Hadist Rasulullah SAW: “Bahwa Nabi melarang Mu’adz untuk menjual hartanya karena utang yang ia tanggung. Lalu, beliau membagikannya kepada orang-orang yang memberikan pinjaman hingga masing-masing mendapatkan 5/7 dari hak mereka. Rasulullah SAW berkata kepada mereka, tidak ada lagi bagian untuk kalian kecuali itu.” (HR. Imam al-Daru Quth’ni).

Kisah lain menjelaskan bahwa  Umar  bin  Khattab pernah menolak untuk mengalihkan harta debitur kepada kreditur. Dari sunnah Rasulullah Saw. serta Umar bin Khattab tersebut, bahwa hakim memiliki wewenang untuk menjatuhkan pailit atau muflis terhadap debitur yang telah jatuh bangkrut. Sehingga pernyataan pailit atau muflis harus ditetapkan melalui putusan hakim. 

Penyebab Kepailitan (Kebangkrutan)

Setiap usaha pasti memiliki potensi kebangkrutan, jika diteliti secara seksama, ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan, baik faktor internal maupun faktor eksternal. jika potensi kebangkrutan tersebut tidak dideteksi sejak dini, maka bisa dipastikan sebuah usaha tidak akan bisa keluar dari situasi kebangkrutan. Menurut (Hartanto, 1991:485) merumuskan beberapa penyebab kebangkrutan, yaitu:

1. Sistem Ekonomi

Sistem  perekonomian  dalam  suatu  masyarakat   ataupun   negara   dapat memberikan pengaruh  bagi  kebangkrutan  suatu  bisnis. Hal  ini  merupakan  faktor  eksternal  karena tidak  disebabkan  dari  tindakan  manajemen sebuah perusahaan. 

Adanya perubahan struktur  perekonomian  mengharuskan  sebuah manajemen perusahaan untuk berfikir keras  menghasilkan  suatu  kebijakan  agar sistem perusahaan bisa berjalan dengan baik dan perusahaan bisa mendapatkan  keuntungan dengan semaksimal mungkin.

2. Faktor Internal

Faktor  internal  dari  perusahaan, dikarenakan  perusahaan  mengambil  suatu kebijakan  yang  tidak  tepat  dan  tidak  cakap  di  masa  lalu,  sehingga  berpengaruh terhadap  kebangkrutan  di  masa  kini.  Dan pihak  manajemen  gagal mengambil  tindakan  yang  tepat  pada  saat  dibutuhkan.

3. Faktor Eksternal

Faktor   eksternal   yang menjadi   penyebab   kebangkrutan   sebuah perusahaan, yang mana hal ini berada di luar jangkauan   manajemen.   Misalnya   adanya bencana  alam,  kebakaran, kecelakaan  kerja yang   sewaktu-waktu   bisa   saja   menimpa sebuah perusahaan. Faktor ini datang secara tiba-tiba   dan  seringkali   menyebabkan sebuah  perusahaan  secara  tiba-tiba  menutup dan   menghentikan usahanya   secara permanen.

Solusi Kepailitan Dalam Islam

Rasulullah SAW memberikan keringan dan dispensasi terkait  utang-piutang  yang menjadi salah satu syarat dalam kepailitan, sebagai berikut :Merupakan kebaikan untuk memberi debitur keterlambatan pembayaran yang belum mampu membayar atau memaafkan debitur untuk membayar utang tepat waktu. 

Hal ini sesuai dengan  Hadits Bukhori No.2077  yang  diriwayatkan oleh Hudzaifah: “Rasulullah. Bersabda: Malaikat mengambil nyawa seseorang sebelum kamu. Malaikat bertanya, apakah kamu pernah melakukan perbuatan baik? Dia menjawab: Ketika saya di dunia ini, saya memerintahkan  karyawan saya untuk menunda pembayaran hutang bagi  mereka yang tidak  mampu  membayarnya,  hutang  itu  dibayar  tetapi dia tetap melakukannya, membayar tepat waktu. Kata-kata Nabi. selanjutnya: Begitu juga dengan Allah swt yang mengampuni dosa setiap hambanya.

Selain itu, Rasulullah Saw. juga mengingatkan ketika hendak berutang maka harus disertai   itikad   atau   niat   untuk   mengembalikannya, sebagaimana Rasulullah   Saw. bersabda : “Barang siapa yang mengambil atau meminjam harta orang lain dengan niat untuk  mengembalikannya  maka Allah  akan  melunasinya  atas namanya, dan siapa  yang mengambil atau meminjam harta orang lain dengan membinasakannya, maka Allah akan membinasakannya” (HR. Bukhari No. 2387)

Prinsip lainnya yaitu bahwa debitur yang baik adalah debitur yang itikadnya baik, antara lain dengan membayar utangnya lebih kepada kreditur. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Saya  mendatangi Nabi SAW.  ketika  beliau di masjid, ketika itu saya memiliki piutang kepada beliau, kemudian beliau melunasi utangnya kepada saya dengan memberikan lebihan."  (HR. Bukhari No. 1601).

Baca artikel lainnya dengan mengunjungi www.spechindo.com

Posting Komentar